HEMOGLOBIN
Struktur 3-dimensi
hemoglobin
Hemoglobin adalah metaloprotein (protein yang mengandung zat besi) di dalam sel darah
merah yang berfungsi sebagai
pengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh, pada mamalia dan hewan lainnya. Hemoglobin juga pengusung karbon
dioksida kembali menuju paru-paru untuk
dihembuskan keluar tubuh. Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus heme, suatu molekul organik dengan satu atom besi. Mutasi
pada gen protein hemoglobin mengakibatkan suatu golongan
penyakit menurun yang disebut hemoglobinopati, di antaranya yang paling sering ditemui adalah anemia sel
sabit dan talasemia.
Struktur Hemoglobin
Pada pusat molekul
terdapat cincin heterosiklik yang dikenal dengan porfirin yang menahan satu atom besi; atom besi ini merupakan
situs/loka ikatan oksigen. Porfirin yang mengandung besi disebut heme. Nama hemoglobin
merupakan gabungan dari heme
dan globin; globin sebagai istilah generik untuk protein globular. Ada beberapa protein mengandung heme, dan hemoglobin adalah yang paling dikenal dan paling
banyak dipelajari.
Gugus heme
Pada manusia dewasa,
hemoglobin berupa tetramer (mengandung 4 subunit protein), yang terdiri dari
masing-masing dua subunit alfa dan beta yang terikat secara nonkovalen.
Subunit-subunitnya mirip secara struktural dan berukuran hampir sama. Tiap
subunit memiliki berat molekul kurang lebih 16,000 Dalton, sehingga berat molekul total tetramernya menjadi
sekitar 64,000 Dalton. Tiap subunit hemoglobin mengandung satu heme, sehingga
secara keseluruhan hemoglobin memiliki kapasitas empat molekul oksigen.
Haemoglobin Terdiri Dari
Beberapa Macam Bentuk Sebagai Berikut :
1. Oksihaemoglobin
Oksihaemoglobin
merupakan haemoglobin tanpa oksigen (haemoglobin tereduksi) yang mempunyai
warna ungu muda, haemoglobin terooksigenasi penuh, dengan tiap pasangan hame +
globulin membawa 2 atom oksigen, berwana kuning merah. Simbol untuk
oksihemoglobin adalah HbO8, tetapi HbO2 adalah konvensional.
2.
Karboksihaemoglobin
Karboksihaemoglobin
merupakan karbon monoksida yang terikat ke haemoglobin 200 kali lebih besar
dari pada oksigen. Sehingga adanya karbon monoksida (karena banyak menghisap
rokok) maka lebih mungkin terbentuk karboksihaemoglobin. Karboksihaemoglobin
berwarna merah cheri, terutama di dalam larutan encer.
3. Methaemoglobin
Mehtaemoglobin
merupakan hementin-globin, yang mengandung FeIII- OH (symbol : Hi)
methaemoglobin tidak dapat mengangkut oksigen untuk pernafasan.
4. Suiphaemoglobin
Suiphaemoglobin
merupakan struktur yang tak tetap, yang berhubungan dengan methaemoglobin dan
juga tidak dapat mengangkut oksigen pernapasan. Ditimbulkan oleh obat-obatan,
pengawet makanan, air minum yang terkena polusi.
5. Haemoglobin
terglikosilasi
Haemoglobin
terglikosilasi merupakan haemoglobin yang diikat ke glukosa untuk membentuk
derivate yang stabil bagi kehidupan eritrosit.
6. Mioglobin
Mioglobin merupakan
haemoglobin yang disederhanakan, terdapat di otot rangka dan jantung, ditempat
mioglobin dapat bekerja sebagai reservoir oksigen yang sedikit dan dilepaskan setelah
Crush injury atau iskemia. Karena berat molekuknya rendah, ia cepat dibersihkan
dari plasma dan terdapat sebagai mioglobinuria, yang merupakan indeks
kerusakan sel otot yang sensitif, juga dari gerak badan yang hebat.
7. Haptoglobin
Haptoglobin merupakan
globulin spesifik, yang mengikat haemoglobin pada globin. Berfungsi untuk
mengkonservasi besi setelah hemeolisa intravakuler, ia mengikat haemoglobin
sekitar 1,25 g/l plasma dan hanya konsentrasi itu ada haemoglobin bebas yang
hilang ke dalam urine atau terikat ke haemopeksin.
8. Haemopeksin
Haemopeksin merupakan
glikoprotein yang terikat dengan sisa haemoglobin. Konsentrasinya di dalam
plasma normal sekitar 0,5 g/l.
9.
Methaemalbumin
Methaemalbumin
merupakan komponen hemeatin + albumin. Ia berwarna coklat dan adanya dalam
plasma selalu abnormal. Penyebab Methaemalbuminemia lain adalah perdarahan ke
kavitas abdominalais atau pankreatis haemoragika akuta, pencernaan oleh
pankreas mengkonversi haemoglobin menjadi haematin, yang diabsorbsi dan diikat
ke albumin plasma.
Kadar Normal
Hemoglobin
Kadar hemoglobin
menggunakan satuan gram/dl. Yang artinya banyaknya gram hemoglobin dalam 100
mililiter darah.
Nilai normal
hemoglobin tergantung dari umur pasien
·
Bayi baru lahir :
17-22 gram/dl
·
Umur 1 minggu : 15-20
gram/dl
·
Umur 1 bulan : 11-15
gram/dl
·
Anak anak : 11-13
gram/dl
·
Lelaki dewasa : 14-18
gram/dl
·
Perempuan dewasa :
12-16 gram/dl
·
Lelaki tua :
12.4-14.9 gram/dl
·
Perempuan tua :
11.7-13.8 gram/dl
Metode Analisa Hb Ada 2 Yaitu:
- Metode Sianmethemoglobin ( dengan lar Drabkins )
dibaca dengan
metode kolorimetri ( spektrofotometer ).
metode kolorimetri ( spektrofotometer ).
-
Metode Sahli ( asam hematin ) dibaca juga dengan metode kolorimetri.
(dikerjakan praktikum).
(dikerjakan praktikum).
·
Metode sahli
merupakan satu cara penetapan hemoglobin secara visual. Darah diencerkan dengan
larutan HCl sehingga hemoglobin berubah menjadi hematin asam. Untuk dapat
menentukan kadar hemoglobin dilakukan dengan mengencerkan larutan campuran
tersebut dengan aquadest sampai warnanya sama dengan warna batang gelas
standar.
·
Ferrosianida mengubah
besi pada Hb dari bentuk ferro ke bentuk ferri menjadi methemoglobin yang
kemudian bereaksi dengan KCN membentuk pigmen yang stabil yaitu
sianmethemoglobin. Intensitas warna yang terbentuk yang diukur fotometrok 540
nm. Kalium-hidrogen-fosfat digunakan agar pH tetap di mana reaksi dapat
berlangsung sempurna pada saat yang tepat. Deterjen berfungsi mempercepat
hemolisa darah serta mencegah kekeruhan yang terjadi oleh protein plasma.
Fungsi Hemoglobin
Hemoglobin (Hb) adalah protein kompleks yang
terdiri atas protein, globin, dan pigmen hem yang mengandung zat besi.
Hemoglobin berfungsi sebagai pembawa oksigen yang kaya akan zat besi dalam sel
darah merah, dan oksigen dibawa dari paru-paru ke dalam jaringan. Tugas utama
dari hemoglobin adalah sebagai pengangkut oksigen (O2) dari paru-paru atau
insang ke seluruh jaringan badan. Selain berperan penting dalam pengangkutan
O2, hemoglobin juga ikut serta dalam pengangkutan CO2 dan menentukan kapasitas
penyangga dari darah. Darah orang normal mengandung hemoglobin hampir 15 gram
dalam tiap-tiap 100 ml darah dan tiap g hemoglobin dapat berikatan dengan
oksigen, maksimal kirakira 1,34 ml. Haemoglobin
merupakan bahan yang penting sekali dalam eritrosit, karena fungsinya sebagai
:
1. Pembawa oksigen dalam paru ke jaringan
2. Sebagai dapar asam-basa yang baik di dalam sel
3. Sebagai buffer
oksigen dijaringan
Tiap gram haemoglobin
mampu mengikat 1,33 ml oksigen. Oleh karena itu pada laki-laki normal 20 mi
oksigen dapat diangkut dengan haemoglobin dalam tiap-tiap 100 ml darah.
Sedangkan pada wanita normal dapat diangkut 18 ml oksigen.
Biasanya 97% oksigen
yang ditranspor dari paru ke jaringan diangkut dalam kombinasi kimia dengan
haemoglobin di dalam eritrosit dan 3% sisanya diangkut dalam keadaan terlarut
didalam air dari plasma dan sel. Jadi dalam keadaan terlarut dapat di abaikan.
Tetapi bila seseorang menghirup oksigen dengan tekanan sangat tinggi,
kadang-kadang jumlah oksigen yang dapat ditranspor dalam keadaan terlarut sama
dengan jumlah oksigen yang bergabung secara kimia dengan haemoglobin. Untuk
memenuhi keperluan seluruh sel tubuh akan oksigen tiap saat, yang jumlahnya
besar, senyawa ini tidak cukup untuk dibawa dalam keadaan terlarut secara fisik
di dalam air, yang dalam ini cairan serum.
Haemoglobin ini dapat
saja berada dalam keadaan terlarut langsung dalam plasma, seperti yang dapat di
jumpai pada berbagai mahluk invertebrate, terutama yang sederhana. Akan tetapi
dalam keadaan seperti itu kemampuan haemoglobin untuk mengikat O2 tidak
maksimum, karena pengaruh kedua faktor lingkungan tersebut masih tampak yaitu
faktor tekanan parsial dan suhu. Lagi pula, oksigen yang berikatan dengan
haemoglobin (disebut sebagai oxyhaemoglobin atau HbO2 saja) merupakan suatu
senyawa yang reaktif, lebih reaktif dari pada oksigen yang terlarut secara
fisik demikian saja.
Dalam bentuk
berikatan dengan haemoglobin tersebut, oksigen bahkan lebih mudah mengoksidasi
berbagai bahan disekitarnya. Dengan banyaknya oksigen yang dapat diikat dan
dibawa oleh darah, berkat adanya Hb yang berkurang di dalam sel darah merah,
pasokan oksigen ke berbagai tempat diseluruh tubuh, bahkan yang paling
terpencil dan terisolasi sekalipun akan terjangkau. Akibatnya, berbagai sel
dalam tubuh dapat bekerja melakukan fungsinya dengan energi yang cukup.
Hasilnya, individu tersebut dapat menjalankan fungsi hidup dan berkembang
sempurna. Dalam menjalankan fungsinya membawa oksigen ke seluruh tubuh,
haemoglobin di dalam sel darah merah mengikat oksigen melalui suatu ikatan kimia
khusus. Reaksi yang membentuk ikatan antar Hb dan O2 tersebut dapat dituliskan
sebagai berikut :
Hb + O2 <----->
HbO2
Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Kadar Hemoglobin
a. Kecukupan Besi Dalam Tubuh
Menurut Parakkasi, kecukupan Besi dalam tubuh dibutuhkan untuk produksi
hemoglobin, sehingga anemia gizi besi akan menyebabkan terbentuknya sel darah
merah yang lebih kecil dan kandungan hemoglobin yang rendah. Besi juga merupakan
mikronutrien essensil dalam memproduksi hemoglobin yang berfungsi mengantar
oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, untuk dieksresikan ke dalam udara
pernafasan, sitokrom, dan komponen lain pada sistem enzim pernafasan seperti
sitokrom oksidase, katalase, dan peroksidase. Besi berperan dalam sintesis
hemoglobin dalam sel darah merah dan mioglobin dalam sel otot. Kandungan ±
0,004 % berat tubuh (60-70%) terdapat dalam hemoglobin yang disimpan sebagai
ferritin di dalam hati, hemosiderin di dalam limpa dan sumsum tulang (Zarianis,
2006). Kurang lebih 4% besi di dalam tubuh berada sebagai mioglobin dan
senyawa-senyawa besi sebagai enzim oksidatif seperti sitokrom dan flavoprotein.
Walaupun jumlahnya sangat kecil namun mempunyai peranan yang sangat penting.
Mioglobin ikut dalam transportasi oksigen menerobos sel-sel membran masuk
kedalam sel-sel otot. Sitokrom, flavoprotein, dan senyawa-senyawa mitokondria
yang mengandung besi lainnya, memegang peranan penting dalam proses oksidasi
menghasilkan Adenosin Tri Phosphat (ATP) yang merupakan molekul berenergi
tinggi. Sehingga apabila tubuh mengalami anemia gizi besi maka terjadi
penurunan kemampuan bekerja.
b. Metabolism Besi Dalam Tubuh.
Menurut Wirakusumah, Besi yang terdapat di dalam tubuh orang dewasa sehat
berjumlah lebih dari 4 gram. Besi tersebut berada di dalam sel-sel darah merah
atau hemoglobin (lebih dari 2,5 g), myoglobin
(150 mg), phorphyrin cytochrome,
hati, limpa sumsum tulang (> 200-1500 mg). Ada dua bagian besi dalam tubuh,
yaitu bagian fungsional yang dipakai untuk keperluan metabolik dan bagian yang
merupakan cadangan. Hemoglobin, mioglobin, sitokrom, serta enzim hem dan nonhem
adalah bentuk besi fungsional dan berjumlah antara 25-55 mg/kg berat badan.
Sedangkan besi cadangan apabila dibutuhkan untuk fungsi-fungsi fisiologis dan
jumlahnya 5-25 mg/kg berat badan. Ferritin dan hemosiderin adalah bentuk besi
cadangan yang biasanya terdapat dalam hati, limpa dan sumsum tulang.
Metabolisme besi dalam tubuh terdiri dari proses absorpsi, pengangkutan,
pemanfaatan, penyimpanan dan pengeluaran.
Faktor
Yang Mempengaruhi Ikatan Hb-O2
Faktor
yang paling menentukan banyaknya O2 yang terikat dengan Hb adalah PO2, semakin
tinggi PO2 semakin banyak O2 yang terikat Hb. Hemoglobin mempunyai 4 atom Fe
yang masing-masing mampu berikatan dengan 1 molekul O2. Ketika Hb secara penuh
dalam keadaan terikat dengan O2 maka Hb disebut tersaturasi penuh (100%).
Persentase saturasi hemoglobin menggambarkan rerata saturasi hemoglobin yang
terikat dengan oksigen. Sebagai contoh bila setiap molekul hemoglobin terikat
dengan 2 molekul O2 maka saturasi hemoglobin 50% karena maksimal setiap molekul
Hb terikat 4 molekul O2.
Hubungan
antara persen saturasi dan PO2 digambarkan dalam kurva yang disebut kurva
disosiasi hemoglobin. Ketika PO2 tinggi Hb hampir semuanya terikat dengan O2
sehingga saturasinya mendekati 100%. Misalnya pada kapiler pulmo, karena PO2
tinggi maka banyak O2 yang terikat dengan Hb. Sebaliknya sampai di jaringan,
ketika PO2 rendah Hb tidak lagi mampu mengikat O2 dan O2 yang terlarut masuk ke
sel jaringan secara difusi. Dari gambar terlihat bahwa pada PO2 40 mmHg (rerata
PO2 di jaringan) saturasi Hb masih 75%. Hal ini mendasari pernyataan sebelumnya
bahwa jaringan hanya mengambil 25% O2 yang dibawa hemoglobin. Pada kondisi PO2
60-100 mmHg ternyata saturasi Hb masih stabil 90%. Artinya darah masih membawa
oksigen dalam kadar yang tinggi walaupun PO2 atmosfer turun sampai 60 mmHg.
Inilah mengapa orang masih bisa beraktivitas dengan baik di ketinggian (yang
PO2 atmosfer menurun) atau orang gagal jantung dan gangguan paru masih bisa
berkativitas walaupun PO2 turun sampai 60 mmHg. Pada PO2 40 mmHg saturasi O2
masih 75% namun mulai turun dengan cepat terutama tinggal 35% saat PO2 20 mmHg.
Ini menunjukan antara PO2 20 mmHg dan 40 mmHg banyak oksigen yang dilepaskan
dari oksihemoglobin sebagai respon sedikit saja penurunan PO2. Misalnya pada
saat olahraga aktif, PO2 jaringan otot mungkin dibawah 40 mmHg sehingga banyak
O2 yang akan dilepaskan dari oksihemoglobin. Oksigen yang banyak dilepas ini
akan memenuhi tingginya kebutuhan O2 pada jaringan metabolismenya meningkat.
Walaupun
PO2 merupakan factor utama yang menentukan saturasi hemoglobin, bebarapa factor
lainya mempengaruhi kekuatan ikatan atau afinitas hemoglobin dengan oksigen.
Semakin tinggi afinitas semakin susah terjadi disosiasi dan dibutuhkan PO2 yang
lebih. Akibatnya terjadi pergeseran grafik ke kanan (afinitas rendah) atau ke
kiri (afinitas tinggi). Faktor lain yang mempengaruhi afinitas hemoglobin
terhadap oksigen adalah keasaman (pH). PCO2, Temperatur dan Kadar 2-3
Bifosfogliserat.
Keasaman (pH)
Kondisi
peningkatan keasaman (penurunan pH) akan menurunkan afinitas Hb terhadap O2
sehingga O2 mudah terlepas dari Hb. Asam yang dihasilkan oleh jaringan yang
metabolisme aktif terutama adalah asam laktat dan asam karbonat. Penurunan pH
atau peningkatan H+ membuat kurva bergeser ke kanan sehingga persen saturasi Hb
akan menurun pada level PO2 berapapun dibanding kondisi biasa. Hal ini disebut
dengan istilah Bohr Effect. Efek Bohr ini terjadi karena dua hal: peningkatan
konsentrasi H+ darah membuiat O2 terlepas dari Hb dan sebaliknya pengikatan O2
menyebabkan pelepasan H+. Mengapa? Karena ketika H+ terikat dengan asam amino
hemoglobin maka strukturnya akan berubah dan mengurangi kapasitas hemoglobin
mengikat oksigen. Adanya kemudahan pelepasan O2 ini membuat oksigen lebih
banyak tersedia untuk kebutuhan jaringan. Hal yang sebaliknya terjadi jika pH
meningkat.
Tekanan
Parsial CO2 (PCO2)
CO2
dapat berikatan dengan Hb dan seperti efek ion H+, akan mengurangi kapasitas
pengikatan Hb dengan oksigen. Semakin tinggi PCO2 maka O2 makin mudah terlepas
dari Hb atau dengan kata lain kurva bergeser ke kanan. PCO2 dan pH sangat
terkait karena peningkatan CO2 juga menyebabkan produksi H+ sehingga pH
menurun. Reaksi perubahannya adalah sebagai berikut:
Temperatur
Semakin
tinggi temperature jumlah oksigen yang lepas dari Hb juga akan meningkat. Panas
adalah hasil samping dari reaksi metabolisme jaringan. Semakin aktif
metabolisme akan membutuhkan semakin banyak oksigen dan semakin banyak asam dan
panas yang dihasilkan. Demikian juga sebaliknya, bila terjadi hypothermia (suhu
tubuh turun) metabolisme melambat dan kebutuhan oksigen berkurang, oksigen
cenderung tetap terikat pada Hb.
Bifosfogliserat
BPG
akan menurunkan afinitas oksigen dengan hemoglobin sehingga mempermudah
pelepasannya. BPG dibentuk dari proses glikolisis untuk menghasilkan ATP.
Ketika BPG berikatan dengan Hb di gugus amin terminal dari 2 rantai beta
hemoglobin, akan membuat ikatan Hb dan O2 lebih longgar sehingga mudah
terlepas. Semakin tinggi kadar BPG semakin banyak O2 yang dilepas dari Hb.
Hormon tertentu dapat meningkatkan pembentukan BPG misalnya tiroksin, hormone
pertumbuhan, epinephrine, norepinrfrine dan testosterone. Kadar BPG juga
bertambah pada seseorang yang tinggal di daerah yang tinggi.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Eritrosit (Sel Darah Merah)
Pembentukan eritrosit dipengaruhi oleh berbagai faktor,
antara lain : vitamin B12, asam folat, mineral besi (Fe),
tembaga (Cu), cobalt (Co), protein, hormon eritropeitin dan kadar oksigen di
udara.
Pengaruh Vitamin B12
(Sianokobalamin) Dalam Pembentukan Eritrosit
Vitamin B12 merupakan bahan makanan
yang diperlukan oleh seluruh sel tubuh dan pertumbuhan sel jaringan pada
umunya. Hal ini karena vitamin B12 berperan dalam sintesis DNA.
Karena jaringan yang menghasilkan eritrosit paling cepat pertumbuhan dan
proliferasinya, kekurangan vitamin B12 menghambat kecepatan
pembentukan eritrosit. Sel-sel eritroblastik sumsum tulang tidak dapat
berproliferasi dengan cepat, sehingga ukurannya lebih besar dari yang bormal
dan berkembang menjadi megaloblas yang selanjutnya menjadi makrosit. Kemapuan
makrosit hampir sama dengan eritrosit, tetapi sangat fragil, hidupnya sangat
singkat. Dapat dikatakan bahwa bila terjadi kekurangan vitamin B12
maka akan menyebabkan terjadinya kegagalan dalam proses eritropoiesis. Sebenarnya penyebab
terbanyak dari kegagalan pematangan eritrosit bukanlah karena kekurangan
vitamin B12 pada makanan, tetapi oleh adanya kegagalan penyerapan
vitamin B12 dalam saluran pencernaan. Hal ini sering terjadi pada
mereka yang menderita penyakit anemia pernisiosa, yang penyebab pokoknya adalah
atrofi mukosa lambung, sehingga getah lambung tidak dapat disekresikan secara
normal. Dalam keadaan normal, sel-sel parietal
lambung mensekresikan suatu glikoprotein yang disebut faktor intrinsik. Faktor
intrinsik akan berikatan dengan vitamin B12 yang ada dalam makanan,
sehingga vitamin B12 dapat diabsorpsi dalam usus. Faktor intrinsik
sangat diperlukan, karena dengan terikatnya vitamin B12 dengan
faktor intrinsik maka vitamin B12 akan terlindungi dari pencernaan
oleh enzim-enzim saluran pencernaan. Faktor intrinsik ini akan berikatan dengan
reseptor khusus pada membran sel mukosa usus.
·
Pengaruh Hormon Eritropoeitin Dalam Pembentukan Eritrosit
Eritropoeitin merupakan faktor utama yang
dapat merangsang pembentukan eritrosit. Eritropoeitin adalah hormon yang merupakan
glikoprotein (berat molekul kira-kira 40.000). Eritropoeitin disebut juga
erythropoeitik stimulatimg factor atau homopoeitin, yang terdapat dalam darah
sebagai respon terhadap hipoksia (jaringan kekurangan oksigen). Eritropoeitin
selanjutnya akan mempertinggi produksi eritrosit samapi keadaan hipoksia
tertanggulangi. Faktor-faktor yang menurunkan oksigenasi pada jaringan sehingga
terjadi hipoksia antara lain : volume darah rendah, anemia, hemoglobin rendah,
aliran darah tidak baik, dan penyakit paru-paru. Eritropoeitin
sebagian besar (90-95%) dibentuk didalam ginjal, namun belum diketahui
dengan pasti bagian ginjal yang membentuk eritropoeitin tersebut. Dari
percobaan-percobaan diduga bahwa eritropoeitin dibentuk oleh sel-sel
juxtaglomerulus, yaitu sel-sel yang terletak didalam dinding pembuluh-pembuluh
arteriol dekat dengan glomerulus.
·
Pengaruh Kadar Oksigen Yang Rendah Di Udara Dalam
Pembentukan Eritrosit
Pada tempat-tempat yang tinggi, kadar oksigen
dalam udara berkurang. Untuk memenuhi keperluan oksigen dalam jaringan,
produksi eritrosit haris dipercepat. Tambahan eritrosit dalam peredaran darah
baru tampak pada hari ketiga dan kecepatan pembentukan eritrosit yang maksimal
dicapai setelah lima hari.
·
Pengaruh Mineral Besi (Fe), Tembaga (Cu) Dan kobalt (Co)
Dalam Pembentukan Eritrosit
Zat besi diperlukan langsung untuk membentuk
hemoglobin. Sedangkan tembaga dan kobalt diperlukan sebagai katalisator dalam
tahapan-tahapan pembentukan hemoglobin. Misalnya manusia memerlukan 2 mg
tembaga per hari dalam makanannya agar permbentukan hemoglobin dapat
berlangsunng secara lancer.
·
Pengaruh Asan Folat (Asam Pteroilglutamat) Dalam
Pembentukan Eritrosit
Asam folat diperlukan dalam proses
pembentukan DNA.
·
Pengaruh Asam Amino
Asam amino diperlukan dalam pembentukan
hemoglobin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar