Senin, 10 November 2014

HEMOGLOBIN



HEMOGLOBIN

Hemoglobin adalah metaloprotein (protein yang mengandung zat besi) di dalam sel darah merah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh, pada mamalia dan hewan lainnya. Hemoglobin juga pengusung karbon dioksida kembali menuju paru-paru untuk dihembuskan keluar tubuh. Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus heme, suatu molekul organik dengan satu atom besi. Mutasi pada gen protein hemoglobin mengakibatkan suatu golongan penyakit menurun yang disebut hemoglobinopati, di antaranya yang paling sering ditemui adalah anemia sel sabit dan talasemia.
Struktur Hemoglobin
Pada pusat molekul terdapat cincin heterosiklik yang dikenal dengan porfirin yang menahan satu atom besi; atom besi ini merupakan situs/loka ikatan oksigen. Porfirin yang mengandung besi disebut heme. Nama hemoglobin merupakan gabungan dari heme dan globin; globin sebagai istilah generik untuk protein globular. Ada beberapa protein mengandung heme, dan hemoglobin adalah yang paling dikenal dan paling banyak dipelajari.
Gugus heme
Pada manusia dewasa, hemoglobin berupa tetramer (mengandung 4 subunit protein), yang terdiri dari masing-masing dua subunit alfa dan beta yang terikat secara nonkovalen. Subunit-subunitnya mirip secara struktural dan berukuran hampir sama. Tiap subunit memiliki berat molekul kurang lebih 16,000 Dalton, sehingga berat molekul total tetramernya menjadi sekitar 64,000 Dalton. Tiap subunit hemoglobin mengandung satu heme, sehingga secara keseluruhan hemoglobin memiliki kapasitas empat molekul oksigen.
Haemoglobin Terdiri Dari Beberapa Macam Bentuk Sebagai Berikut :
1. Oksihaemoglobin
Oksihaemoglobin merupakan haemoglobin tanpa oksigen (haemoglobin tereduksi) yang mempunyai warna ungu muda, haemoglobin terooksigenasi penuh, dengan tiap pasangan hame + globulin membawa 2 atom oksigen, berwana kuning merah. Simbol untuk oksihemoglobin adalah HbO8, tetapi HbO2 adalah konvensional. 

2. Karboksihaemoglobin
Karboksihaemoglobin merupakan karbon monoksida yang terikat ke haemoglobin 200 kali lebih besar dari pada oksigen. Sehingga adanya karbon monoksida (karena banyak menghisap rokok) maka lebih mungkin terbentuk karboksihaemoglobin. Karboksihaemoglobin berwarna merah cheri, terutama di dalam larutan encer.

3. Methaemoglobin
Mehtaemoglobin merupakan hementin-globin, yang mengandung FeIII- OH (symbol : Hi) methaemoglobin tidak dapat mengangkut oksigen untuk pernafasan. 

4. Suiphaemoglobin
Suiphaemoglobin merupakan struktur yang tak tetap, yang berhubungan dengan methaemoglobin dan juga tidak dapat mengangkut oksigen pernapasan. Ditimbulkan oleh obat-obatan, pengawet makanan, air minum yang terkena polusi.

5. Haemoglobin terglikosilasi
Haemoglobin terglikosilasi merupakan haemoglobin yang diikat ke glukosa untuk membentuk derivate yang stabil bagi kehidupan eritrosit. 

6. Mioglobin
Mioglobin merupakan haemoglobin yang disederhanakan, terdapat di otot rangka dan jantung, ditempat mioglobin dapat bekerja sebagai reservoir oksigen yang sedikit dan dilepaskan setelah Crush injury atau iskemia. Karena berat molekuknya rendah, ia cepat dibersihkan dari plasma dan terdapat sebagai mioglobinuria, yang merupakan indeks kerusakan sel otot yang sensitif, juga dari gerak badan yang hebat.

7. Haptoglobin
Haptoglobin merupakan globulin spesifik, yang mengikat haemoglobin pada globin. Berfungsi untuk mengkonservasi besi setelah hemeolisa intravakuler, ia mengikat haemoglobin sekitar 1,25 g/l plasma dan hanya konsentrasi itu ada haemoglobin bebas yang hilang ke dalam urine atau terikat ke haemopeksin.

8. Haemopeksin
Haemopeksin merupakan glikoprotein yang terikat dengan sisa haemoglobin. Konsentrasinya di dalam plasma normal sekitar 0,5 g/l. 

9. Methaemalbumin 
Methaemalbumin merupakan komponen hemeatin + albumin. Ia berwarna coklat dan adanya dalam plasma selalu abnormal. Penyebab Methaemalbuminemia lain adalah perdarahan ke kavitas abdominalais atau pankreatis haemoragika akuta, pencernaan oleh pankreas mengkonversi haemoglobin menjadi haematin, yang diabsorbsi dan diikat ke albumin plasma.

Kadar Normal Hemoglobin
Kadar hemoglobin menggunakan satuan gram/dl. Yang artinya banyaknya gram hemoglobin dalam 100 mililiter darah.
Nilai normal hemoglobin tergantung dari umur pasien
·         Bayi baru lahir : 17-22 gram/dl
·         Umur 1 minggu : 15-20 gram/dl
·         Umur 1 bulan : 11-15 gram/dl
·         Anak anak : 11-13 gram/dl
·         Lelaki dewasa : 14-18 gram/dl
·         Perempuan dewasa : 12-16 gram/dl
·         Lelaki tua : 12.4-14.9 gram/dl
·         Perempuan tua : 11.7-13.8 gram/dl


Metode Analisa Hb Ada 2 Yaitu:
- Metode Sianmethemoglobin ( dengan lar Drabkins ) dibaca dengan
  metode kolorimetri ( spektrofotometer ).
- Metode Sahli ( asam hematin ) dibaca juga dengan metode kolorimetri.
  (dikerjakan praktikum).

·        Metode sahli merupakan satu cara penetapan hemoglobin secara visual. Darah diencerkan dengan larutan HCl sehingga hemoglobin berubah menjadi hematin asam. Untuk dapat menentukan kadar hemoglobin dilakukan dengan mengencerkan larutan campuran tersebut dengan aquadest sampai warnanya sama dengan warna batang gelas standar.
·        Ferrosianida mengubah besi pada Hb dari bentuk ferro ke bentuk ferri menjadi methemoglobin yang kemudian bereaksi dengan KCN membentuk pigmen yang stabil yaitu sianmethemoglobin. Intensitas warna yang terbentuk yang diukur fotometrok 540 nm. Kalium-hidrogen-fosfat digunakan agar pH tetap di mana reaksi dapat berlangsung sempurna pada saat yang tepat. Deterjen berfungsi mempercepat hemolisa darah serta mencegah kekeruhan yang terjadi oleh protein plasma.

Fungsi Hemoglobin

Hemoglobin (Hb) adalah protein kompleks yang terdiri atas protein, globin, dan pigmen hem yang mengandung zat besi. Hemoglobin berfungsi sebagai pembawa oksigen yang kaya akan zat besi dalam sel darah merah, dan oksigen dibawa dari paru-paru ke dalam jaringan. Tugas utama dari hemoglobin adalah sebagai pengangkut oksigen (O2) dari paru-paru atau insang ke seluruh jaringan badan. Selain berperan penting dalam pengangkutan O2, hemoglobin juga ikut serta dalam pengangkutan CO2 dan menentukan kapasitas penyangga dari darah. Darah orang normal mengandung hemoglobin hampir 15 gram dalam tiap-tiap 100 ml darah dan tiap g hemoglobin dapat berikatan dengan oksigen, maksimal kirakira 1,34 ml. Haemoglobin merupakan bahan yang penting sekali dalam eritrosit, karena fungsinya sebagai : 
1. Pembawa oksigen dalam paru ke jaringan
2. Sebagai dapar asam-basa yang baik di dalam sel
3. Sebagai buffer oksigen dijaringan

Tiap gram haemoglobin mampu mengikat 1,33 ml oksigen. Oleh karena itu pada laki-laki normal 20 mi oksigen dapat diangkut dengan haemoglobin dalam tiap-tiap 100 ml darah. Sedangkan pada wanita normal dapat diangkut 18 ml oksigen.

Biasanya 97% oksigen yang ditranspor dari paru ke jaringan diangkut dalam kombinasi kimia dengan haemoglobin di dalam eritrosit dan 3% sisanya diangkut dalam keadaan terlarut didalam air dari plasma dan sel. Jadi dalam keadaan terlarut dapat di abaikan. Tetapi bila seseorang menghirup oksigen dengan tekanan sangat tinggi, kadang-kadang jumlah oksigen yang dapat ditranspor dalam keadaan terlarut sama dengan jumlah oksigen yang bergabung secara kimia dengan haemoglobin. Untuk memenuhi keperluan seluruh sel tubuh akan oksigen tiap saat, yang jumlahnya besar, senyawa ini tidak cukup untuk dibawa dalam keadaan terlarut secara fisik di dalam air, yang dalam ini cairan serum. 

Haemoglobin ini dapat saja berada dalam keadaan terlarut langsung dalam plasma, seperti yang dapat di jumpai pada berbagai mahluk invertebrate, terutama yang sederhana. Akan tetapi dalam keadaan seperti itu kemampuan haemoglobin untuk mengikat O2 tidak maksimum, karena pengaruh kedua faktor lingkungan tersebut masih tampak yaitu faktor tekanan parsial dan suhu. Lagi pula, oksigen yang berikatan dengan haemoglobin (disebut sebagai oxyhaemoglobin atau HbO2 saja) merupakan suatu senyawa yang reaktif, lebih reaktif dari pada oksigen yang terlarut secara fisik demikian saja.

Dalam bentuk berikatan dengan haemoglobin tersebut, oksigen bahkan lebih mudah mengoksidasi berbagai bahan disekitarnya. Dengan banyaknya oksigen yang dapat diikat dan dibawa oleh darah, berkat adanya Hb yang berkurang di dalam sel darah merah, pasokan oksigen ke berbagai tempat diseluruh tubuh, bahkan yang paling terpencil dan terisolasi sekalipun akan terjangkau. Akibatnya, berbagai sel dalam tubuh dapat bekerja melakukan fungsinya dengan energi yang cukup. Hasilnya, individu tersebut dapat menjalankan fungsi hidup dan berkembang sempurna. Dalam menjalankan fungsinya membawa oksigen ke seluruh tubuh, haemoglobin di dalam sel darah merah mengikat oksigen melalui suatu ikatan kimia khusus. Reaksi yang membentuk ikatan antar Hb dan O2 tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :

Hb + O2 <-----> HbO2

Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Kadar Hemoglobin

a. Kecukupan Besi Dalam Tubuh
     Menurut Parakkasi, kecukupan Besi dalam tubuh dibutuhkan untuk produksi hemoglobin, sehingga anemia gizi besi akan menyebabkan terbentuknya sel darah merah yang lebih kecil dan kandungan hemoglobin yang rendah. Besi juga merupakan mikronutrien essensil dalam memproduksi hemoglobin yang berfungsi mengantar oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, untuk dieksresikan ke dalam udara pernafasan, sitokrom, dan komponen lain pada sistem enzim pernafasan seperti sitokrom oksidase, katalase, dan peroksidase. Besi berperan dalam sintesis hemoglobin dalam sel darah merah dan mioglobin dalam sel otot. Kandungan ± 0,004 % berat tubuh (60-70%) terdapat dalam hemoglobin yang disimpan sebagai ferritin di dalam hati, hemosiderin di dalam limpa dan sumsum tulang (Zarianis, 2006). Kurang lebih 4% besi di dalam tubuh berada sebagai mioglobin dan senyawa-senyawa besi sebagai enzim oksidatif seperti sitokrom dan flavoprotein. Walaupun jumlahnya sangat kecil namun mempunyai peranan yang sangat penting. Mioglobin ikut dalam transportasi oksigen menerobos sel-sel membran masuk kedalam sel-sel otot. Sitokrom, flavoprotein, dan senyawa-senyawa mitokondria yang mengandung besi lainnya, memegang peranan penting dalam proses oksidasi menghasilkan Adenosin Tri Phosphat (ATP) yang merupakan molekul berenergi tinggi. Sehingga apabila tubuh mengalami anemia gizi besi maka terjadi penurunan kemampuan bekerja.

b. Metabolism Besi Dalam Tubuh.
     Menurut Wirakusumah, Besi yang terdapat di dalam tubuh orang dewasa sehat berjumlah lebih dari 4 gram. Besi tersebut berada di dalam sel-sel darah merah atau hemoglobin (lebih dari 2,5 g), myoglobin (150 mg), phorphyrin cytochrome, hati, limpa sumsum tulang (> 200-1500 mg). Ada dua bagian besi dalam tubuh, yaitu bagian fungsional yang dipakai untuk keperluan metabolik dan bagian yang merupakan cadangan. Hemoglobin, mioglobin, sitokrom, serta enzim hem dan nonhem adalah bentuk besi fungsional dan berjumlah antara 25-55 mg/kg berat badan. Sedangkan besi cadangan apabila dibutuhkan untuk fungsi-fungsi fisiologis dan jumlahnya 5-25 mg/kg berat badan. Ferritin dan hemosiderin adalah bentuk besi cadangan yang biasanya terdapat dalam hati, limpa dan sumsum tulang. Metabolisme besi dalam tubuh terdiri dari proses absorpsi, pengangkutan, pemanfaatan, penyimpanan dan pengeluaran.
Faktor Yang Mempengaruhi Ikatan Hb-O2
Faktor yang paling menentukan banyaknya O2 yang terikat dengan Hb adalah PO2, semakin tinggi PO2 semakin banyak O2 yang terikat Hb. Hemoglobin mempunyai 4 atom Fe yang masing-masing mampu berikatan dengan 1 molekul O2. Ketika Hb secara penuh dalam keadaan terikat dengan O2 maka Hb disebut tersaturasi penuh (100%). Persentase saturasi hemoglobin menggambarkan rerata saturasi hemoglobin yang terikat dengan oksigen. Sebagai contoh bila setiap molekul hemoglobin terikat dengan 2 molekul O2 maka saturasi hemoglobin 50% karena maksimal setiap molekul Hb terikat 4 molekul O2.
Hubungan antara persen saturasi dan PO2 digambarkan dalam kurva yang disebut kurva disosiasi hemoglobin. Ketika PO2 tinggi Hb hampir semuanya terikat dengan O2 sehingga saturasinya mendekati 100%. Misalnya pada kapiler pulmo, karena PO2 tinggi maka banyak O2 yang terikat dengan Hb. Sebaliknya sampai di jaringan, ketika PO2 rendah Hb tidak lagi mampu mengikat O2 dan O2 yang terlarut masuk ke sel jaringan secara difusi. Dari gambar terlihat bahwa pada PO2 40 mmHg (rerata PO2 di jaringan) saturasi Hb masih 75%. Hal ini mendasari pernyataan sebelumnya bahwa jaringan hanya mengambil 25% O2 yang dibawa hemoglobin. Pada kondisi PO2 60-100 mmHg ternyata saturasi Hb masih stabil 90%. Artinya darah masih membawa oksigen dalam kadar yang tinggi walaupun PO2 atmosfer turun sampai 60 mmHg. Inilah mengapa orang masih bisa beraktivitas dengan baik di ketinggian (yang PO2 atmosfer menurun) atau orang gagal jantung dan gangguan paru masih bisa berkativitas walaupun PO2 turun sampai 60 mmHg. Pada PO2 40 mmHg saturasi O2 masih 75% namun mulai turun dengan cepat terutama tinggal 35% saat PO2 20 mmHg. Ini menunjukan antara PO2 20 mmHg dan 40 mmHg banyak oksigen yang dilepaskan dari oksihemoglobin sebagai respon sedikit saja penurunan PO2. Misalnya pada saat olahraga aktif, PO2 jaringan otot mungkin dibawah 40 mmHg sehingga banyak O2 yang akan dilepaskan dari oksihemoglobin. Oksigen yang banyak dilepas ini akan memenuhi tingginya kebutuhan O2 pada jaringan metabolismenya meningkat.
Walaupun PO2 merupakan factor utama yang menentukan saturasi hemoglobin, bebarapa factor lainya mempengaruhi kekuatan ikatan atau afinitas hemoglobin dengan oksigen. Semakin tinggi afinitas semakin susah terjadi disosiasi dan dibutuhkan PO2 yang lebih. Akibatnya terjadi pergeseran grafik ke kanan (afinitas rendah) atau ke kiri (afinitas tinggi). Faktor lain yang mempengaruhi afinitas hemoglobin terhadap oksigen adalah keasaman (pH). PCO2, Temperatur dan Kadar 2-3 Bifosfogliserat.
Keasaman (pH) 
Kondisi peningkatan keasaman (penurunan pH) akan menurunkan afinitas Hb terhadap O2 sehingga O2 mudah terlepas dari Hb. Asam yang dihasilkan oleh jaringan yang metabolisme aktif terutama adalah asam laktat dan asam karbonat. Penurunan pH atau peningkatan H+ membuat kurva bergeser ke kanan sehingga persen saturasi Hb akan menurun pada level PO2 berapapun dibanding kondisi biasa. Hal ini disebut dengan istilah Bohr Effect. Efek Bohr ini terjadi karena dua hal: peningkatan konsentrasi H+ darah membuiat O2 terlepas dari Hb dan sebaliknya pengikatan O2 menyebabkan pelepasan H+. Mengapa? Karena ketika H+ terikat dengan asam amino hemoglobin maka strukturnya akan berubah dan mengurangi kapasitas hemoglobin mengikat oksigen. Adanya kemudahan pelepasan O2 ini membuat oksigen lebih banyak tersedia untuk kebutuhan jaringan. Hal yang sebaliknya terjadi jika pH meningkat.


Tekanan Parsial CO2 (PCO2)
CO2 dapat berikatan dengan Hb dan seperti efek ion H+, akan mengurangi kapasitas pengikatan Hb dengan oksigen. Semakin tinggi PCO2 maka O2 makin mudah terlepas dari Hb atau dengan kata lain kurva bergeser ke kanan. PCO2 dan pH sangat terkait karena peningkatan CO2 juga menyebabkan produksi H+ sehingga pH menurun. Reaksi perubahannya adalah sebagai berikut:
Temperatur
Semakin tinggi temperature jumlah oksigen yang lepas dari Hb juga akan meningkat. Panas adalah hasil samping dari reaksi metabolisme jaringan. Semakin aktif metabolisme akan membutuhkan semakin banyak oksigen dan semakin banyak asam dan panas yang dihasilkan. Demikian juga sebaliknya, bila terjadi hypothermia (suhu tubuh turun) metabolisme melambat dan kebutuhan oksigen berkurang, oksigen cenderung tetap terikat pada Hb.
Bifosfogliserat
BPG akan menurunkan afinitas oksigen dengan hemoglobin sehingga mempermudah pelepasannya. BPG dibentuk dari proses glikolisis untuk menghasilkan ATP. Ketika BPG berikatan dengan Hb di gugus amin terminal dari 2 rantai beta hemoglobin, akan membuat ikatan Hb dan O2 lebih longgar sehingga mudah terlepas. Semakin tinggi kadar BPG semakin banyak O2 yang dilepas dari Hb. Hormon tertentu dapat meningkatkan pembentukan BPG misalnya tiroksin, hormone pertumbuhan, epinephrine, norepinrfrine dan testosterone. Kadar BPG juga bertambah pada seseorang yang tinggal di daerah yang tinggi.

 

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Eritrosit (Sel Darah Merah)

Pembentukan eritrosit dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain : vitamin B12, asam folat, mineral besi (Fe), tembaga (Cu), cobalt (Co), protein, hormon eritropeitin dan kadar oksigen di udara.
Pengaruh Vitamin B12 (Sianokobalamin) Dalam Pembentukan Eritrosit
Vitamin B12 merupakan bahan makanan yang diperlukan oleh seluruh sel tubuh dan pertumbuhan sel jaringan pada umunya. Hal ini karena vitamin B12 berperan dalam sintesis DNA. Karena jaringan yang menghasilkan eritrosit paling cepat pertumbuhan dan proliferasinya, kekurangan vitamin B12 menghambat kecepatan pembentukan eritrosit. Sel-sel eritroblastik sumsum tulang tidak dapat berproliferasi dengan cepat, sehingga ukurannya lebih besar dari yang bormal dan berkembang menjadi megaloblas yang selanjutnya menjadi makrosit. Kemapuan makrosit hampir sama dengan eritrosit, tetapi sangat fragil, hidupnya sangat singkat. Dapat dikatakan bahwa bila terjadi kekurangan vitamin B12 maka akan menyebabkan terjadinya kegagalan dalam proses eritropoiesis. Sebenarnya penyebab terbanyak dari kegagalan pematangan eritrosit bukanlah karena kekurangan vitamin B12 pada makanan, tetapi oleh adanya kegagalan penyerapan vitamin B12 dalam saluran pencernaan. Hal ini sering terjadi pada mereka yang menderita penyakit anemia pernisiosa, yang penyebab pokoknya adalah atrofi mukosa lambung, sehingga getah lambung tidak dapat disekresikan secara normal. Dalam keadaan normal, sel-sel parietal lambung mensekresikan suatu glikoprotein yang disebut faktor intrinsik. Faktor intrinsik akan berikatan dengan vitamin B12 yang ada dalam makanan, sehingga vitamin B12 dapat diabsorpsi dalam usus. Faktor intrinsik sangat diperlukan, karena dengan terikatnya vitamin B12 dengan faktor intrinsik maka vitamin B12 akan terlindungi dari pencernaan oleh enzim-enzim saluran pencernaan. Faktor intrinsik ini akan berikatan dengan reseptor khusus pada membran sel mukosa usus.

·        Pengaruh Hormon Eritropoeitin Dalam Pembentukan Eritrosit
Eritropoeitin merupakan faktor utama yang dapat merangsang pembentukan eritrosit. Eritropoeitin adalah hormon yang merupakan glikoprotein (berat molekul kira-kira 40.000). Eritropoeitin disebut juga erythropoeitik stimulatimg factor atau homopoeitin, yang terdapat dalam darah sebagai respon terhadap hipoksia (jaringan kekurangan oksigen). Eritropoeitin selanjutnya akan mempertinggi produksi eritrosit samapi keadaan hipoksia tertanggulangi. Faktor-faktor yang menurunkan oksigenasi pada jaringan sehingga terjadi hipoksia antara lain : volume darah rendah, anemia, hemoglobin rendah, aliran darah tidak baik, dan penyakit paru-paru. Eritropoeitin sebagian besar (90-95%)  dibentuk didalam ginjal, namun belum diketahui dengan pasti bagian ginjal yang membentuk eritropoeitin tersebut. Dari percobaan-percobaan diduga bahwa eritropoeitin dibentuk oleh sel-sel juxtaglomerulus, yaitu sel-sel yang terletak didalam dinding pembuluh-pembuluh arteriol dekat dengan glomerulus.

·        Pengaruh Kadar Oksigen Yang Rendah Di Udara Dalam Pembentukan Eritrosit
Pada tempat-tempat yang tinggi, kadar oksigen dalam udara berkurang. Untuk memenuhi keperluan oksigen dalam jaringan, produksi eritrosit haris dipercepat. Tambahan eritrosit dalam peredaran darah baru tampak pada hari ketiga dan kecepatan pembentukan eritrosit yang maksimal dicapai setelah lima hari.
·        Pengaruh Mineral Besi (Fe), Tembaga (Cu) Dan kobalt (Co) Dalam Pembentukan Eritrosit
Zat besi diperlukan langsung untuk membentuk hemoglobin. Sedangkan tembaga dan kobalt diperlukan sebagai katalisator dalam tahapan-tahapan pembentukan hemoglobin. Misalnya manusia memerlukan  2 mg tembaga per hari dalam makanannya agar permbentukan hemoglobin dapat berlangsunng secara lancer.
·        Pengaruh Asan Folat (Asam Pteroilglutamat) Dalam Pembentukan Eritrosit
Asam folat diperlukan dalam proses pembentukan DNA.
·        Pengaruh Asam Amino
Asam amino diperlukan dalam pembentukan hemoglobin.

1 komentar: